Sudah lama tak memblusuki pasar tradisional menimbulkan kegirangan tersendiri. Meski becek, berhimpitan, penuh bebauan khas pasar banget, tetapi sensasi itu merangsang setiap syaratku untuk mengambil kembali rekaman dari setiap panel memori bawah sadar...
Di pasar tradisional itulah, aku pertama kali menikmati yang namanya berbelanja bersama mamaku. Menikmati kue cubit, kue mangkok, kue pancong , putu mayang, es cincau, es selendang mayang dan jajanan khas pasar yang tak pernah kutemui kelezatannya di pasar moderen sekarang ini....Ah, waktu itu, pasar bagiku ya seperti supermarket atau hipermarket sekarang ini, cuma saja yang terakhir ini, wajah pasar lebih dipercantik dengan dandanan gedung megah, suasana nyaman dan berudara pendingin, tak ada kesan kumuh serta pilah pilih barangpun dapat dilakukan sendiri...
Khusus hari minggu kemarin, aku membiarkan kakiku menuntun langkahku untuk memasuki pasar tradisional Cikini. Suasana hingar bingarnya memang tidak semeriah saat aku memasuki pasar di masa kecilku. Tak sadar, mataku memandangi seorang aki-aki penjual teklek Teklek adalah sandal kayu khas dengan ornamen karet ban yang direkatkan dengan paku di kedua sisi pilah kayu untuk menahan telapak kaki agar tidak menggelosor ke depan, plus bunyi khasnya yang keteplak keteplok. Nama lainnya adalah terompah kayu, klompen, clogs atau bakiak.
Teklek ini ternyata tak termakan usia dan menjadi saksi bisu sebuah sejarah peradaban manusia. Dilihat dari tinjauan historis, teklek ini menjadi cerminan alas kaki kasta terendah dalam masyarakat alias rakyat jelata di jaman penjajahan. Sepatu saat itu menjadi barang yang super mahal dan tidak semua orang mampu membelinya. Dengan mengenakan teklek, kaki orang menjadi berkurang cideranya dari benda tajam dan pastinya itu menjadi pertanda orijinalitas kaum marjinalitas yang tak ada uang alias kere...
Sekarang teklek pun tak mau kalah saing penampilannya dengan sandal jepit Teklek sekarang dipercantik dengan aksesori yang lebih gaul dan modis buat pemakainya. Kayunya pun dibuat lebih halus parutannya dan ringan agar tidak terlalu berbunyi keras saat mengenai lantai kayu ataupun ubin. Ada juga tipe teklek yang dirancang sebagai sandal refleksi dengan benjolan khusus untuk memijat saraf yang ada di kaki. Selain itu, di acara Agustusan atau acara kebersamaan apapun, teklek menjadi media bantu pengukur kekompakan sebuah tim...
Atau bila Anda pernah mengingat film Oshin, teklek itu juga menjadi salah satu properti yang ikut mensukseskan film tersebut... ya, teklek telah berubah wujud dari generasi ke generasi, tapi aku tetap menyukai yang aslinya dengan penahan dari karet ban. Serasa terseret kembali ke arus putaran waktu ke masa lalu apabila mengenakannya....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar