Film, seperti juga musik, merupakan asupan yang baik untuk jiwa yang membutuhkan hiburan dan wawasan. Di setiap negara, muatan budaya dan kearifan lokal setempat terekam jejak dalam media film. Film menjadi saksi sebuah potret realita kehidupan serta permasalahan yang ada dan yang lagi in di masa itu..
Kemarin malam, tanggal 11 Nopember 2010, saya memutuskan untuk ikut nonton dan antri tiket masuk di Festival Film Eropa. Sebuah pagelaran film yang sudah rutin dilaksanakan tahunan di pusat-pusat budaya di Jakarta dengan upaya meningkatkan dan memperkenalkan budaya negara-negara Uni Eropa. Tahun ini, fillm-film yang unjuk gigi kebanyakan dari wilayah Balkan, Eropa Timur. Sebuah pencitraan 'rasa' baru buat jiwa yang kerap menyaksikan film-film berbesutan mahakarya sutradara Hollywood, Bollywood, Asia wave (dengan film Korea, Jepang dan Cina) serta tak mau kalah mentas juga para sineas terbaik di negeri Indonesia. Boleh gak ya diberi nama Indowood? hmhm....
Sebenarnya saya suka sekali hadir untuk melihat film di festival seperti ini. Mengingat jarang sekali kita dapat berkesempatan melihat film berkualitas dan mendapat nominasi terbaik pula di berbagai ajang international dengan un special regard, apalagi bioskop sudah dibombardir dengan film-film Hollywood.
Dus, film malam itu ternyata berasal dari Swedia dengan judul Jalla! Jalla! (j dibaca y). Sebuah film komedi dengan mengetengahkan dua orang pemuda yang bekerja sebagai pembersih taman kota, yang selalu membersihkan taman atau prasarana kota dari kotoran bebek dan anjing. Kedua tokoh pemuda ini memiliki masalah. Yang satu, memiliki masalah dengan urusan ejakulasi dini dan yang satunya lagi dengan ketakutan memperkenalkan pasangan yang berbeda latar budaya dengan keluarganya yang dari Lebanon.
Bila dikategorikan film komedi, film ini sebenarnya tidak murni komedi. Hanya saja porsi dramanya lebih banyak. Bagaimana kisah akhirnya? Kedua tokoh dapat menemukan cinta sejati dan menyelesaikan masalah hidup yang menggelayuti keduanya sejak dari awal film diputar. A happy ending plot seperti layaknya kebanyakan film sutrada dengan kiblat Hollywood. Pengambilan latar belakang dengan pekerjaan para tokoh, taman dan pertanian memang ditampilkan apa adanya dengan kejelasan gambar yang benar-benar dipresisikan sudut ambil gambarnya. Namun yang memikat saya adalah istilah Jalla! Jalla!
Menyusuri laman di situs Mbah Google, terdapatlah kamus urban untuk mengerti kata itu. Jalla! Jalla! bermakna lekas! Kata ini membumi dan dipakai dalam ungkapan sehari-hari di Iran dan kebanyakan Eropa Timur, terutama Norwegia. Bila dikilas balik dari asal katanya, pada tahun 1990-an, kata Jalla! ini digunakan oleh para anak remaja usia 13-18 tahun. Karena pengucapannya yang terkesaan lucu, kata ini secara cepat diserap dalam budaya di negara Norwegia.
Jalla! ini memiliki padanan sinonim dengan kata Allez! dalam bahasa Prancis yang artinya ayo lekas! Ternyata sebuah kata dapat menjadi intrik isu yang oke, mewakili sebuah silang keragaman budaya dan bagaimana bisa meresap ke akar masyarakat di sebuah negara hingga diangkat menjadi judul sebuah film yang memikat.
Namun, tiba-tiba benak saya berpikir, apa kata Jalla! ini meresap juga ke bahasa percakapan sehari-hari orang Indonesia yang sekarang lagi ngetrend, khususnya di kalangan ABG, iyalah! Bisa jadi juga lho!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar